Minggu, 16 Oktober 2011

manajemen dan aplikasinya dalam pedidikan


MANAJEMEN DAN
APLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

O

L

E

H

KOPRAWI NASUTION, SH. M.Pd
DOSEN FKIP UMSU MEDAN











UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SUMATERA UTARA
( U M S U )
MEDAN
2010

KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur kita sampaikan kepada ALLAH SWT Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat, karunia, kesehatan dan kekuatan kepada kita sehingga dapat merencanakan dan melaksanakan kegiatan penulisan Karya Tulis Ilmiah seperti ini. Karya Tulis Ilmiah ini berjudul : Manajemen dan Aplikasinya Dalam Pendidikan
Karya Tulis Ilmiah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk kenaikan pangkat akademik Dosen di FKIP Universitas Muahmmadiyah Sumatera Utara (UMSU) Medan.
Akhirnya sembari menyerahkan diri kepada Tuhan Yang Maha Bijaksana penulis menyampaikan Karya Tulis Ilmiah ini kepada penilai semoga ada manfaatnya dikemudian hari Amin.
                                                            Medan,10  Oktober 2010
                                                             Penulis,

                                                            KOPRAWI NASUTION, SH. M.Pd

















PENDAHULUAN


  Pendidikan kita seringkali hanya sebatas transfer ilmu dan tidak membangun karakter anak didik. Bahkan siswa seakan tidak memiliki kesempatan untuk merefleksikan dan memposisikan dirinya dalam sistem pendidikan sebhagaimana mestinya. Padahal anak didik pada hakikatnya adalah wahana untuk dijadikan sebagai tempat meletakkan investasi negara dimasa mendatang. Inilah sebabnya mengapa para penganjur teori human capital menganggap bahwa pendidikan bukan hanya aktivitas konsumsi tetapi juga investasi.Faktor-faktor yang diasumsikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan pembentukan karakter adalah manajemen dalam hal ini manajemen pendidikan. 
Manajemen merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengelola dan memberdayakan seluruh potensi yang dimiliki sekolah untuk mencapai tujuan sekolah yang juga tujuan pendidikan. Dengan manajemen yang baik sekolah diharapkan mampu menghasilkan outcome yang baik pula seperti yang diharapkan para stakeholder pendidikan dimanapun ia berada. Upaya terbaik mengatasi permasalahan pendidikan adalah bagaimana mengaplikasikan manajemen dalam pendidikan sehingga terbentuk suatu manajemen yang mampu merubah paradigma pendidikan dari sekedar menamatkan sekolah anak-anak bangsa menjadi membentuk karakter anak bangsa di masa depan yang disebut dengan manajemen pendidikan
Pendidikan yang ideal pada hakikatnya harus mengacu ke masa depan dan selalu mempersiapkan generasi muda (antisipatoris dan prepatoris) untuk kehidupan masa depan yang jauh lebih baik, bermutu, dan bermakna (Buchori, 2001). Pendidikan yang ideal bagi bangsa Indonesia, setidaknya menurut Undang-Undang no.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang mampu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (pasal 3); serta secara aktif mengembangkan kapasitas siswa untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (pasal 1:1; 3).
Membicarakan masalah pendidikan senantiasa menarik perhatian banyak pihak, mulai dari individu, kelompok maupun pada tataran yang lebih luas yaitu bangsa. Pendidikan dipercaya sebagai satu-satunya cara untuk mengubah keadaan, dari keadaan kurang baik ke keadaan yang lebih baik. Inilah sebabnya mengapa para penganjur teori human capital menganggap bahwa pendidikan bukan hanya aktivitas konsumsi tetapi juga investasi.
Hasil analisis dan refleksi Supriyoko (2001) juga mengungkapkan bahwa pendidikan nasional gagal atau tidak berhasil menghasilkan kader-kader bangsa yang berkemauan tulus dan berkemampuan profesional. Akibatnya, kehidupan bangsa Indonesia dewasa ini, dicirikan oleh semakin hilang dan menjauhnya jatidiri bangsa (national character) dari perilaku masyarakat, utamanya para elite, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hasil studi Koster (2000), juga mengungkap bahwa dari pembentukan sikap, watak, dan kepribadian siswa, ternyata pendidikan belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan oleh masyarakat. Hal ini dapat diamati dari kecenderungan terjadinya kenakalan remaja, merosotnya moral, dan perilaku menyimpang terhadap etika kehidupan yang tidak sesuai dengan budaya bangsa. Ini berarti sekolah yang diharapkan menjadi salah satu wahana terjadinya proses transformasi nilai-nilai dan norma-norma sebagai bagian dari pembentukan kepribadian siswa belum menjadi kenyataan. Harapan masyarakat terhadap praksis pendidikan yang mampu memberikan return on investmen sangat tinggi. Sekelompok masyarakat rela mengeluarkan uang yang banyak dalam rangka investasi. Demikian juga pemerintah, dalam upaya meningkatkan walfare state terus berupaya meningkatkan mutu pendidikan sebagai bagian dari investasi.
Masyarakat dan pemerintah terus berupaya memperbanyak sekolah yang mampu memenuhi kebutuhan investasi tersebut. Kita kini mengenal istilah SSN, SBI, Sekolah Akselerasi dan sejumlah istilah lainnya yang kesemuanya mengacu pada pemenuhan kebutuhan investasi pendidikan. Lalu apakah praksis pendidikan sudah mampu memenuhi harapan masyarakat itu ? Pendidikan yang diharapkan mampu memberikan nilai tambah (value added) ternyata belum mampu memenuhinya. Dalam tataran yang lebih sempit seperti sekolah, kita masih menyaksikan praksis pendidikan yang diselenggarakan sekolah hanyalah sekedar rutinitas semata. Tidak tampak adanya pengembangan kreatifitas, imajinasi dan inovasi dalam praksis pendidikan di sekolah. Sekolah cenderung terkooptasi dengan paradigma lama, dan sekolah cenderung sulit untuk berubah.
Menurut hasil analisis dan refleksi kritis Hasan (2002), seorang pakar dan pengamat pendidikan, persoalannya adalah karena, pendidikan kita seringkali hanya sebatas transfer ilmu dan tidak membangun karakter anak didik. Siswa tidak diberi kesempatan untuk merefleksikan dan memposisikan dirinya dalam sistem pendidikan yang semata-mata untuk kepentingan dunia kerja. Kegiatan refleksi yang di dalam pendidikan itu sangat penting, kini telah kehilangan tempat, karena pendidikan kita seringkali hanya berupa transfer ilmu…kurikulum berdasarkan kompetensi juga tidak mengarah ke sana (pembentukan karakter) dan masih berbasis disiplin ilmu... (Pikiran Rakyat,  29 Nopember  2002:20).
Diantara faktor-faktor yang diasumsikan berpengaruh terhadap perilaku sekolah tersebut adalah manajemen.  Manajemen merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengelola dan memberdayakan seluruh potensi yang dimiliki sekolah untuk mencapai tujuan sekolah. Dengan manajemen yang baik sekolah diharapkan mampu menghasilkan outcome yang baik pula seperti yang diharapkan para stakeholder pendidikan dimanapun ia berada. Masalah pendidikan kita hanya berkutat pada quality dan equality. Tidak seorangpun guru atau tenaga kependidikan lainnya yang menginginkan outcome yang tidak baik atau tidak berkualitas dan bahkan setiap saat selalu memikirkan dan merencanakan apa yang sebaiknya dan apa yang semestinya dilakukan dalam rangka pencapaian pendidikan yang berkualitas dan pemerataan pendidikan secara adil.
Alternatif terbaik untuk mengatasi permasalahan pendidikan adalah bagaimana mengaplikasikan manajemen dalam pendidikan sehingga terbentuk suatu manajemen yang mampu merubah paradigma pendidikan dari sekedar menamatkan sekolah anak-anak bangsa menjadi membentuk karanter anak bangsa di masa depan yang disebut dengan manajemen pendidikan.














PEMBAHASAN

A. Pengertian Manajemen
1. Definisi Manajemen
Manajemen adalah apa yang dilakukan manajer, yaitu proses mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas sehingga dapat selesai secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain., sehingga tujuan dapat dicapai dan  diselesaikan secara efisien dan secara efektif. Istilah manajemen sudah dikenal dan digunakan orang sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Bukti-bukti sejarah seperti candi Borobudur, Piramid dan tembok besar Cina  merupakan bukti adanya manajemen dalam proses pembuatannya itu. Sebab pekerjaan yang sedemikian besar dan sedemikian memerlukan banyak tenaga manusia dan bahan-bahan bangunan tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan lancar dan sukses tanpa manajemen. Artinya proses pembuatan candi mulai dari pengadaan bahan, pemilihan arsitek bangunan sampai pada pemilihan bahan yang baik serta dengan yang melibatkan banyak orang dan banyak kemampuan serta memerlukan banyak waktu (waktu yang lama) tidak akan dapat terlaksana dan berhasil dengan baik tanpa manajemen

Manajemen berasal dari bahasa Inggris “to manage” yang dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti mengelola. Manajemen sebagai sebuah pendekatan ilmiah dalam pengelolaan sebuah organisasi diperlukan tidak hanya dalam organisasi besar tetapi juga dalam organisasi kecil, tidak hanya dalam bisnis tetapi dalam semua cakupan organisasi, Tidak ada satupun aktivitas organisasi yang tidak memerlukan manajemen termasuk sekolah. Sehingga manajemen sering disebut sebagai : “management for all”. 
Manajemen menurut Stephen P. Robbins dan Mary Coulter (2007) didefiniskan sebagai berikut “Management involve coordinating and overseeing the work activities of others so that their activities are completed efficiently and effectively”. Sedangkan menurut Robbert N. Lussier (1997) manajemen didefinisikan “Management as working with others people for achieving organizational objective through efficient and effective utilization of resources”. Sedangkan definisi yang lebih lama yang ditulis oleh Hersey dan Blancard adalah Management as working with and through individuals and groups to accomplish organizational goals. Manajemen tidak hanya dengan melaksanakan sesuatu melalui kegiatan aktivitas untuk mencspsi tujuan, tetapi juga dengan membuat sesuatu kegiatan atau cara   sehingga tujuan dapat tercepai seefektif mungkin Dari definisi di atas, ada tiga kata kunci yang dapat digunakan dalam manajemen yaitu kerja sama, mencapai tujuan, efektif dan efisien.
            Selanjutnya sebagai pelaksana sesuatu kegiatan, manajemen memiliki tugas-tugas tertentu. Menurut Henry Mintzberg tugas-tugas manajemen  dapat dikategorikan atas : Interpersonal (hubungan antar pribadi), informational (imformasi) dan decisional roles  (pembagian tugas).  Tugas yang berkaitan dengan hubungan antar pribadi, meliputi : 1). figurhead: pemimpin simbolis (simbol kepemimpian), berkewajiban untuk melaksanakan sejumlah tugas-tugas rutin yang bersifat legal dan sosial; 2). Leader (Pemimpin) : bertanggung jawab untuk memotivasi para bawahan; bagian-bagian organisasi serta bertanggung jawab untuk mengisi atau menyusun staf (kepegawaian), pelatihan dan tugas-tugas yang terkait., dan 3) Liason (penghubung): Menyelenggarakan jaringan kontak dan pemberi informasi luar yang berkembang sendiri yang memberi dukungan informasi. Tugas yang berkaitan dengan Informasi (informational), meliputi : 1). Monitor (pemantau): Mencari dan menerima informasi internal dan eksternal variasi yang luas  untuk kembang;kan pemahaman lingkungan dan organisasi saksama,  2) Disseminator (penyebar) : Manyampaikan informasi yang reseived dari orang luar atau dari para bawahan; bagian-bagian kepada para anggota yag berkaitan degan kepetingan tujuan organisasi..3). Spokesperson (juru bicara): Manyampaikan informasi kepada orang luar atau organisasi lainnya, baik mengenai kebijakan, tindakan, hasil, dll.
Sedangkan tugas yang berkaitan dengan pengambilan Keputusan (Decisional), meliputi : 1). Enterpreneur (wirausahawan): Mencari organisasi dan menemukan peluang dari lingkungannya untuk dipergunakan dalam “proyek peningkatan" untuk menyempurnakan tujuan, .2). Penyelesai Gangguan-gangguan : bertanggung jawab untuk tindakan korektif ketika organisasi menghadapi gangguan penting, baik yang tak diduga, 3). Pengalokasi Sumber daya : yaitu bertanggung jawab untuk mengalokasikan sumber daya yang dimiliki organisasi kepada semua bagian-bagian yang memegang peran atau orang yang menyetujui semua keputusan organisasi yang dianggap penting, 4). Negatiator (perunding), yaitu : penanggung jawab utama untuk mewakili organisasi dalam pertemuan-pertemuan yang penting.
Berdasarkan beberapa uraian tentang pengertian manajemen diatas dapat diaketahui bahwa manajemen itu adalah upaya pencapaian tujuan organisasi dengan cara yang efektif dan efisien melalui keempat fungsinya yaitu perencanaan pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian sumber daya yang dimiliki organisasi.

2. Fungsi Manajemen
     Menurut Henri Fayol, fungsi manajemen meliputi,  perencanaan (planning), pengaturan, (organizing) memimpin (leading) dan mengendalikan (controlling). Perencanaan (planning) , yaitu merencanakan tujuan, menetapkan strategi dan rencana pengembangannya dalam rangka untuk mengkoordinir aktivitas. Pengaturan (Organizing) , yaitu menentukan apa yang   perlu untuk dilaksanakan, bagaimana hal itu dapat dilaksanakan dan siapa yang akan melakukan itu. Pemimpin (leading), yaitu memotivasi para bawahan dan bagian-bagian yang dibawahnya, membantu kelompok kerja yang bermasalah, mempengaruhi regu atau individu dalam menyelesaikan tugas-tugasnya, memilih cara yang paling  efektif dalam mencapai tujuan, memilih dan menetapkan system komunikasi yang paling baik dan memacahkan masalah yang dihadapi para karyawan yang dipimpinnya,  serta Pengendalian (controlling), yaitu monitoring aktivitas pada karyawan untuk memastikan bahwa mereka melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan yang direncanakan.
Hal yang hampir sama disebutkan Richard L. Daft (2003:7-8) bahwa fungsi manajemen ada empat yaitu : 1) Perencanaan, yaitu fungsi manajemen yang berkaitan dengan menemukan tujuan untuk menentukan kinerja organisasi di masa depan, memutuskan tugas, dan penggunaan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut, 2) Pengorganisasian, yaitu fungsi manajemen berkaitan dengan penentuan dan pengelompokan tugas ke dalam departemen serta alokasi sumber daya ke dalam departemen, 3) Kepemimpinan, yaitu fungsi manajemen menggunakan pengaruh untuk memberikan motivasi kepada karyawan sehingga mencapai tujuan organisasi, 4) Pengendalian, yaitu fungsi manajemen berkaitan dengan pengawasan aktivitas karyawan, pertahanan organisasi pada jalur penentuan tujuan dan pengoreksian bila diperlukan.
Berdasarkan kedua pendapat pakar di atas dapat diketahui bahwa fungsi manajemen terdiri dari empat yaitu : perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian.

3.  Prinsip Manajemen
     Menurut Henri Fayol, ada 14 prinsip manajemen, yaitu :
a) Pembagian kerja, spesialisasi meningkatkan output dengan membuat para karyawan menjadi lebih efisien,
b) Wewenang, para manajer harus mampu memberi perintah, wewenang memberi mereka hak tesebut. Namun bersama dengan wewenang ikut pula tanggung jawab,
c) Disiplin, para karyawan harus mentaati dan menghormati peraturan-peraturan yang mengatur organisasi itu,
d) Kesatuan komando, Setiap karyawan harus menerima perintah dan satu orang atasan atasan saja,
e) Kesatuan arah. Organisasi harus mempunyai rencana tindakan tunggal untuk membimbing manajer dan pekerja,
f) Mengesampingkatn kepentingan individu dan menegedepankan kepentinan umum, kepentingan satu karyawan atau sekelompok karyawan tidak boleh didahulukan dari pada kepentingan organisasi itu keseluruhan.
g) Balas jasa. Para pekerja harus mendapat upah yang wajar bagi jasa-jasa mereka.
h) Sentralisasi. Istilah ini mengacu pada hingga derajat mana anak buah terlibat dalam pengambilan keputusan.,
i) Rantai skalar. garis wewenang dari pucuk pimpinan hingga jajaran yang paling rendah merupakan rantai sekalar.
 j) Tatanan manusia dan barang-barang harus berada di tempat yang tepat pada waktu yang tepat.
k) Kesamaan. Para manajer harus bersikap baik hati dan adil terhadap semua bawahan mereka.
l) Stabilitas personalia sehingga tidak ada kekosongan jabatan. Pemimpin harus mengadakan perencanaan personalia secara berjenjang dan menjamin agar tersedia pengganti untuk mengisi lowongan.
m) Inisiatif. Karyawan yang diizinkan untuk memprakarsai dan menjalankan rencana akan menunjukkan tingkat usaha yang tinggi.
n) Semangat korps meningkatkan semangat tim akan membina keselarasan dan kesatuan di dalam organisasi itu .
Ke 14 prinsip manajemen yang dikemukakan Henri Fayol diatas jika dikombinasikan dengan karakter entrepreneurship atau karakter kewirausahaan akan semakin bermakna dan pencapaian tujuan pendidikan. Sebab karakter kewirausahaan sangat baik diadopsi pada kepemimpinan pendidikan. Untuk menjadi entrepreneur yang sukses menurut Drucker (2005 :65) harus memiliki empat motivasi, yaitu : Pertama, adanya keinginan, dimana ia menggunakan keinginannya untuk membuat sesuatu yang besar dari hal yang kecil. Kedua, adanya intuisi. Kesempatan jadi enterpreneur adalah sama untuk semua orang. Tidak ada tes IQ, bahkan jika tidak pintarpun tidak menghalangi untuk jadi enterpreneur. Ketiga, punya kemampuan untuk terus hidup walau punya hutang. Jadi semua enterpreneur telah bertahan melewati karirnya yang naik turun.  Keempat , selalu optimis. Misalnya jika ada peluang, tapi karena ada alasan yang lebih logis, maka peluang itu tidak dikejarnya
Apabila pemimpin pendidikan selain memiliki kemampuan dalam melaksanakan fungsi manajemen sebagaimana dipaparkan diatas juga memiliki keempat motivasi entrepreneur yang ditawarkan Druker maka manajemen pendidikan akan l;ebih efektif dan lebih efisien.

B. Pengertian Pendidikan
     1. Definisi Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. (UU RI No 20 / 2003) Sedangkan Manullang (2008) Pendidikan adalah suatu proses pembentukan karakter untuk memanusiakan manusia (Bahan perkuliahan).
Pendidikan menurut John S. Brubacher dalam Suwarno (2006:20), adalah proses pengembangan potensi kemampuan, dan kapasitas manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan, kemudian disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, didukung dengan alat yang disusun sedemikian rupa sehingga pendidikan dapat digunakan untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan. Setiap negara di dunia memiliki tujuan pendidikan yang berbeda-beda. Menurut Suwarno (206:33), tujuan pendidikan di Indonesia terdiri dari : 1) Tujuan Nasional, 2) Tujuan Institusional, 3) Tujuan Kurikuler, dan 4) Tujuan Instruksional.
1)      Tujuan nasional adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu bangsa
2)      Tujuan institusional adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh lembaga pendidikan
3)      Tujuan kurikuler adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu mata pelajaran tertentu
4)      Tujuan instruksional adalah tujuan pendidikan yang dicapai oleh suatu pokok atau sub pokok bahasan tertentu.
Agar tujuan pendidikan sebagaimana disebut diatas, maka perlu dipedomani prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan sebagaimana diatus dalam Bab III Psal 4 UU No.20 tahun 2003 yang menyatakan sebagai berikut :
a). Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
b) Pendidikan diselenggarakansebagai satu kewsatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
c) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
d)  Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
e) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengemdalian mutu layanan pendidikan.
Selain dari tujuan dan prinsip penyelenggaraan pendidikan, yang tidak kalah pentingnya adalah esensi pendidikan yang oleh Manullang dan Milfayetty (2005:40-41) mengatakan adalah, sifat-sifat dasar yang harus ada dalam pendidikan supaya efektif membentuk kepribadian. Untuk merealisasi pendidikan yang ingin dicapai tersebut pemerintah menetapkan beberapa standar yang berkaitan dengan pendidikan yang dituangkan dalam UU No. 20 tahun 2003. Menurut UU No. 20 tahun 2003,  Standar Nasional Pendidikan terdiri atas : 1) Standar isi, 2) Standar Proses, 3) Standar kompetensi lulusan, 4) standar tenaga kependidikan, 5) Standar sarana dan prasarana, 6) Standar pengelolaan, 7) standar pembiayaan, dan 8) standar penilaian pendidikan.
Perlu digarisbawahi bahwa dalam sistem Pendidikan Nasional Indonesia dikenal beberapa komponen yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan itu sendiri yaitu : komponen tujuan pendidikan itu sendiri, pendidik (tenaga pendidik dan kependidikan), peserta didik (murid atau siswa), materi pendidikan, alat pendidikan, proses pendidikan, dan evaluasi pendidikan.
Pendidikan memiliki unsur-unsur dimana unsur yang satu dengan lainnya memiliki keterkaitan dan ketergantungan, yaitu : 1) Peserta didik (siswa), 2) Pendidik (guru), 3) Interaksi pendidikan (interaksi edukatif), 4) Tujuan pendidikan, 5) Materi pendidikan, 6) Cara yang digunakan dalam mendidik (alat dan metode pendidikan), dan 7) tempat dimana pendidikan dilakukan (lingkungan pendidikan).
Peserta didik sering disebut siswa, murid atau mahasiswa adalah subjek didik yang memiliki ciri khas dan otonomi. Ciri khas peserta didik adalah :
a)      Bahwa ia merupakan individu yang memiliki potensi pisik dan psykhis yang khas, sedang berkembang,
b)      Bahwa ia adalah individu yang membutuhkan bimbingan dan perlakuan manusiawi dari orang lain..
c)      Bahwa ia adalah individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
d)     Bahwa ia merupakan anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran.
           Proses pembelajaran yang tersedia di Indonesia adalah menurut jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai,dan kemampuan yang dikembangkan. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, non formal, dan informal padasetiapjenjang dan jenis pendidikan.
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dean pendidikan tinggi. Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Selain itu ada juga yang disebut dengan pendidikan anak usia dini. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Ada hal yang tidak kalah pentingnya dalam pendidikan yaitu esensi pendidikan itu sendiri yang oleh Manullang dan Milfayetty (2005:40-41) mengatakan adalah, sifat-sifat dasar yang harus ada dalam pendidikan supaya efektif membentuk kepribadian. Untuk merealisasi pendidikan yang ingin dicapai tersebut pemerintah menetapkan beberapa standar yang berkaitan dengan pendidikan yang dituangkan dalam UU No. 20 tahun 2003. Menurut UU No. 20 tahun 2003, Standar Nasional Pendidikan terdiri atas : 1) Standar isi, 2) Standar Proses, 3) Standar kompetensi lulusan, 4) standar tenaga kependidikan, 5) Standar sarana dan prasarana, 6) Standar pengelolaan, 7) standar pembiayaan, dan 8) standar penilaian pendidikan Selanjutnya dalam sistem pendidikan nasional Indonesia dikenal beberapa komponen yang sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan pendidikan itu sendiri. Adapun komponen tersebut terdiri dari : Tujuan, pendidik, peserta didik, materi pendidik, alat pendidikan, proses pendidikan, evaluasi pendidikan (Handout Prof. DR. Belferik Manullang)
Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah menjadikan manusia menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter kemanusiaan.
C. Pengertian Manajemen Pendidikan
Manajemen pendidikan adalah : Seni dan daya mengelola sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Sumber daya pendidikan adalah sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan yang meliputi 12 hal yaitu :
  1)  administrasi persuratan dan kearsipan,
  2)  administrasi pendidik dan tenaga kependidikan,
  3)  administrasi keuangan dan standarnya,
  4)  administrasi isi dan standarnya,
  5)  administrasi proses dan standarnya,
  6)  administrasi kesiwaan,
  7)  standar kompetensi lulusan,
  8)  administrasi sarana dan prasarana dan standarnya,
  9)  administrasi standar pengelolaan,
10)  administrasi kehumasyan dan kerjasama,
11)  administrasi standar penilaian pendididkan, dan
12)  administrasi unit produksi (Husaini Usman, 2006:3)

Manajemen pendidikan adalah suatu kegiatan manajemen yang terfokus pada pengelolaan pendidikan,  bagaimana pendidikan itu diselenggarakan, yang meliputi tahapan penyelenggaraan PBM, biaya yang diperlukan, materi yang diajarkan, siapa yang menyampaikan, tujuan yang akan dicapai, syarat-syarat peserta, jangka waktu yang diperlukan, fasilitas pendukung yang diperlukan. Keseluruhan dirangkum menjadi satu sehingga menjadi acuan atau pedoman dalam menyelenggarakan suatu program pendidikan
Jika ditinjau dari perspektif manajemen pendidikan, maka pendidikan semestinya diselenggarakan dengan mengacu kepada kebutuhan pasar. Artinya pasarlah yang menentukan satuan pendidikan apa yang didirikan dan bukan pemerintah. Pengalaman telah membuktikan ketika pemerintah pada masa orde baru ingin mewujudkan pemerataan pendidikan dengan membuka seluas-luasnya pendirian Sekolah Pendidikan Guru (SPG). Semestinya sebelum pemberian izin pendirian SPG terlebih dahulu ditetapkan bagaimana kualitas yang harus dipenuhi oleh seseorang tamatan SPG dalam kegiatan pembelajaran kelas, bagaimana kemampuan akademisnya dengan hanya tamat SPG dan bagaimana tingkat partisipasi dan komitmennya dalam membangun karakter anak bangsa ke depan. Demikian juga lembaga SPG itu sendiri, semestinya memiliki sumber daya pendidikan yang siap menghadapi perkembangan zaman yang semakin menggelobal di masa mendatang. Lembaga SPG harus melaksanakan ke 12 administrasi sebagaimana ditetapkan Husaini Usman di atas. Demikian juga Perguruan Tinggi lainnya yang khusus memproduk tenaga-tenaga edukasi seperti Fakultas Keguruan dan institut keguruan lainnya. Semua lembaga pendidikan semestinya mengacu kepada kedelapan standar pendidikan yang telah digariskan pemerintah dalam UU No. 20 tahun 2003.
Manajemen pendidikan semestinya mempunyai perencanaan pendidikan, pengorganisasian pendidikan, kepemimpinan pendidikan dan pengawasan pendidikan. Ada beberapa model perencanaan pendidikan yang ditawarkan oleh Husaini (2006:64) yaitu : 1) Model komprehensif, yang digunakan menganalisa perubaan dan sistem pendidikan secara menyeluruh, 2) Model costing (pembiayaan) dan Keefektivitasan Biaya, yang digunakan menganalisis proyek dengan kriteria efisiensi dan efektivitas, 3) Model PPBS (Planning, Programming, Budgeting System), yang digunakan di kalangan perguruan tinggi, 4) Model target setting, yang digunakan untuk memperkirakan atau memproyeksikan tingkat perkembangan dalam kurun waktu tertentu.
Pengorganisasian menurut Handoko (2003) adalah : 1) penentuan sumber daya dan kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi, 2) proses perancangan dan pengembangan suatu organisasi yang akan dapat membawa hal-hal tersebut ke arah tujuan, 3) penugasan tanggung jawab tertentu, 4) pendelegasian wewenang yang diperlukan kepada individu-individu untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Oleh sebab itu pengorganisasian pendidikan semestinya mengacu kepada ketepatan penempatan siapa mengerjakan apa, bagaimana mengerjakannya, alat apa yang dipakai untuk melaksanakan pekerjaan, apa yang diharapkan dari hasil yang dikerjakan, dan sebesar apa keuntungan yang diharapkan dari pekerjaan tersebut.
Selanjutnya kepemimpinan pendidikan. Ada 4 tipe kepemimpinan yang dikenal dalam kepemimpinan pendidikan, yaitu : 1) Tipe Kepemimpinan Otokratis, yaitu kepemimpinan yang selalu mempertunjukkan kekuasaan dan selalu ingin berkuasa, 2) Kepemimpinan Pseudo-Demokratis, yaitu kepemimpinan yang selalu berpura-pura memperlihatkan demokratis, namun selalu mempergunakan perhitungan, 3) Kepemimpinan Laizez-Faire, yaitu kepemimpinan yang memberikan kekuasaan dengan memberikan kebebasan berinisiatif terhadap bawahan, 4) Kepemimpinan Demokratis, yaitu kepemimpinan yang selalu membuat keputusan melalui musyawarah bila perlu dengan mufakat. (Indrafachrudi, 1994:24)
Sedangkan kepengawasan pendidikan dapat diuraikan sebagai berikut. Menurut Handoko (1986:359), pengawasan adalah proses untuk “menjamin” bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajewmen tercapai, yang terdiri atas tiga tipe dasar yaitu : 1) pengawasan pendahuluan, 2) pengawasan concurrent dan 3) pengawasan umpan balik.
Pengawasan pendahulun populer disebut sebagai steering control yang dilakukan untuk mengantsisipasi masalah atau penyimpangan dari standar yag telah ditentukan. Pengawasan concurrent adalah pengawasan ketika sedang berlangsung kegiatan sehingga lazi disebut dengan pengawasan “berhenti-terus” artinya sebelum meneruskan kegiatan harus ada persetujuan terhadap sayarat-syarat yang sudah ditetapkan. Sedangkan pengawasan umpan balik dilakukan untuk mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan.
Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa manajemen pendidikan adalah, suatu kegiatan manajemen yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, controling atau pengawasan yang fokusnya berkisar pada pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan,  penyelenggaraan Kegiatan Belajar Mengajar, perihal materi yang diajarkan, biaya yang dibutuhkan, siapa yang mengajarkan, dan apa tujuan yang akan dicapai, apa syarat peserta, berapa lama jangka waktunya dan fasilitas apa yang diperlukan untuk mendukungnya, bagaimana mengevaluasi dan bagaimana menilainya.

D. Manajemen Dan Aplikasinya Dalam Pendidikan
            Manajemen pendidikan merupakan proses pengembangan kegiatan kerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan sebagaimana yang telah ditetapkan. Proses pengendalian itu mencakup perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating), dan pengawasan (controlling). Keempat kegiatan tersebut merupakan suatu proses yang tujuannya untuk mewujudkan harapan dalam rencana yang ditentukan yaitu tujuan pendidikan sebagai suatu subsistem dari tujuan nasional.
Razik dan Swanson (1995) mengatakan bahwa pendidikan yang   produktif memiliki 3 fungsi yaitu:
            1.  the administrator’s productions function,
            2.  the psychologis productions function, and
            3.  the economist’s productions function.
            Manajemen pendidikan mencakup penataan SDM, kurikulum, fasilitas, sumber belajar dan dana serta upaya mencapai tujuan lembaga secara dinamis. Untuk mencapai tujuan memerlukan proses. Adapun Proses Manajemen Pendidikan, meliputi !) Pendekatan sistem, yakni mempelajari manajemen dari sudut sistem, subsistem dan komponen sistem dengan penekanan pada interaksi antar-komponen di dalamnya. 2) Pendekatan terpadu, dilandasi oleh norma dan keadaan yang berlaku, menelaah ke masa silam, serta berorientasi ke masa depan secara cermat, yang intinya terletak pada partisipasi dan keterlibatan semua pihak yang terkait dalam sistem pendidikan. Selanjutnya sebagai ilmu, manajemen pendidikan memiliki bidang garapan. Bidang garapan manajemen pendidikan mencakup kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, pengawasan dan penataan terhadap sumber daya pendidikan (kepala sekolah, guru, tenaga administrasi, peserta didik, kurikulum, dana, sarana dan prasarana, tata laksana dan lingkungan pendidikan).
            Setiap kurikulum semestinya direncanakan dengan baik, diorganisasikan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan, digerakkan sesuai dengan tuntutan kurikulum itu sendiri, diawasai pelaksanaannya dan dipimpin sesuai dengan aturan yang ada dalam melaksanakannya. Demikian juga pembelajaran, ketenagaan, sarana prasarana, dana, informasi dan lingkungan harus direncanakan, diorganisir, digerakkan, diawasi, dan dipimpin dengan baik. Apabila hal itu terlaksana dengan baik maka tujuan pendidikan akan tercapai dengan baik.
Manajer yang baik dan berhasil adalah manajer yang mampu memaksimalkan tujuan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada dan dimiliki dengan baik dan tepat. Ia harus berani mengambil resiko dan mampu menghadapi tantangan. Bagi seorang manajer tidak ada kata menyerah untuk mencapai tujuan sebagaimana yang diinginkan organisasinya. Tidak ada yang tak mungkin dan tidak ada kata jera atau bosan.
           
sum
Sumber gambar : Departemen Pendidikan Nasional (2005)
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa garapan manajemen pendidikan itu adalah semua fungsi manajemen  mulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, dan kepemimpinan pendidikan; atau jika disinkronkan dengan fungsi manajemen menurut Richard L. Daft (2003:7-8) yaitu : 1) Perencanaan, 2) Pengorganisasian, , 3) Kepemimpinan, 4) Pengendalian tersebut harus ada dalam setiap kurikulum, dalam setiap pembelajaran, sarana prasarana, informasi dan lingkungan jika tujuan pendidikan ingin tercapai.

E. Permasalahan Dalam Pendidikan
Sesuai dengan laporan Human Development Indeks (HDI) menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia dewasa ini hanya berada pada rangking ke 114 dunia. Hal ini menunjukkan betapa masih rendahnya kualitas sumber daya kita yang justru menunjukkan pula bahwa kualitas pendidikan masih jauh dari harapan. Kualitas pendidikan dapat tergambar dari kemampuan lulusan memasuki jenjang yang lebih tinggi pada sekolah-sekolah pavorit, serta ditambah dengan semakin tingginya angka pengangguran di kalangan tamatan perguruan tinggi, sehingga para stakeholder pendidikan tidak memiliki alasan untuk berpangku tangan dalam melihat kenyataan ini, terutama jika dilihat dari perspektif manajemen pendidikan. Rendahnya mutu sumber daya manusia yang kita miliki tersebut akan memberi implikasi bahwa bangsa Indonesia belum mampu menjalankan fungsinya, terutama dalam mengkonstruksi pendidikan yang bermutu untuk menyahuti tujuan negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu : “mencerdaskan kehidupan bangsa”.
            Selanjutnya menurut Sagala (2004:6-7) permasalahan pendidikan nasional yang perlu mendapat perhatian ada sepuluh, yaitu : (1) Kebijakan pendidikan masih cenderung sebagai alat kekuasaan, (2) paradigma keberhasilan diukur dengan terpenuhi atau tidaknya kepentingan dan harapan kekuasaan, (3) Tujuan utama pendidikan bukan sebagai merintis masa depan tetapi sebagai usaha mewariskan masa lalu (status quo), (4) Anggaran pendidikan khususnya kegiatan pembelajaran masih jauh dari harapan (belum pernah di atas 7,5%), (5) Perubahan kurikulum tidak diuji atas dasar kebutuhan (need assessment) tetapi hanya atas dasar kemauan biarokrasi, (6) Perlindungan dan kesejahteraan terhadap profesi guru masih rendah, (7) hubungan pengelolaan pendidikan antara pemerintah dan fasilitator terlalu kompleks dan birokratis, (8) Biaya pendidikan yang harus ditanggung orang tua terlalu mahal, (9) Pasar kerja bagi lulusan sekolah masih labil, dan (10) Tekanan ekonomi masih kuat dan memperihatinkan serta orangtua dan masyarakat dipaksa turut menanggung beban biaya pendidikan.

F. Solusi Permasalahan

                 Persoalan pendidikan yang sedemikian kompleks memerlukan pemikiran yang serius, sebab jangankan membentuk karakter manusia Indonesia sesuai dengan falsafah Pancasila, sedangkan meningkatkan kualitas pendidikan dan pemerataan pendidikan saja bangsa ini telah kepayahan. Oleh sebab itu menurut Manullang dan Milfayetty (2005:3) tidak ada cara lain kecuali mengimplementasikan nilai-nilai pedagogis ke dalam seluruh aspek kehidupan dan kata kuncinya adalah “education touch” atau sentuhan pendidikan. Oleh sebab itu sekecil apapun aktivitas kehidupan perlu melaksanakan dengan landasan nilai-nilai pendidikan. Education touch akan melahirkan taste for learning yang diperlukan untuk mengembangkan kepribadian
            Oleh sebab itu lanjut Manullang dan Melfayetty, Pendidikan dengan esensinya yaitu education touch (sentuhan pendidikan) dan taste for learning (gemar belajar) diharapkan efekktif membangun kepribadian yang benar secara intelektual, kuat secara emosional dan bermakna luas secara spritual dalam membentuk pola pikir holintegrasio (holistik, integralistik dan rasionalistik). Sebab sebagaimana dikemukakan Manullang dan Milfayetty (2005:4) formulasi pendidikan dengan education touch adalah membelajarkan individu cara berhubungan baik dengan banyak orang untuk membentuk karakter “kerukunan hidup diatas sejuta perbedaan”. Dan apabila warga pendidikan telah mampu hidup rukun dalam berbagai perbedaan, maka tujuan pendidikan akan dapat tercapai.

G. Implikasi

Manajemen pendidikan yang kurang pas (yang selalu berkisar pada kekuasaan dan kekuatan) mengakibatkan dampak tidak tercapainya perubahan masalah pendidikan itu sendiri. Sebagaimana diketahui bahwa permasalahan pendidikan sebagai dampak dari manajemen pendidikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan yang paling menonjol adalah masalah mutu (kualitas) dan pemerataan (ekuitas), sehingga dampak tersebut juga akan berimplikasi pada beberapa hal antara lain :
1.      Perhatian terhadap lembaga persekolahan kurang dan sarana prasarana yang diperoleh hanya seadanya.
2.      Para guru dan tenaga kependidikan lainnya  akan bekerja seadanya (tidak maksimal) hanya memenuhi jam kerja saja.
3.      Prestasi yang dibuat para guru dan tenaga kependidikan lainnya kurang mendapat perhatian karena waktu yang ada terarah kepada masalah kekuasaan dan kekuatan
4.      Kualitas lulusan sekolah tidak maksimal, sehingga ruang geraknya jadi sempit.
Dengan berkurangnya perhatian terhadap lembaga yang justru semestinya mendapat dukungan penuh, maka hasil yang diharapkan tidak mungkin akan maksimal. Artinya menuntut berlebih sama tidak adilnya dengan memberikan dengan kurang.

PENUTUP


A. Simpulan
Sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara, maka dalam pendidikan diperlukan juga pemikiran sadar bahwa hasil pendidikan adalah untuk bangsa dan negara serta bukan untuk pribadi atau penguasa. Oleh sebab itu, maka pendidikan semestinya memiliki manajemen yang baik dan tepat
Masalah yang paling urgen dalam pendidikan adalah masalah kualitas (mutu) dan ekualitas (pemerataan) yang justru perubahan dan perbaikannya terletak pada manajemennya, yaitu manajemen pendidikan. Manajemen pendidikan semestinya dimulai dari perencanaan yang baik dan matang, pengorganisasian yang baik dan benar, kepemimpinan dan baik dan berwibawa dan control yang baik dan bermakna. Manajemen yang berani mengadopsi karakteristik enterpreneurship akan mampu mengangkat kualitas pendidikan dari semua jenjang dan jenis pendidikan. Kualitas pendidikan dapat tergambar dari kemampuan lulusan memasuki jenjang yang lebih tinggi pada sekolah-sekolah pavorit, serta ditambah dengan semakin tingginya angka pengangguran di kalangan tamatan perguruan tinggi.

 

B. Rekomendasi

Guna mendukung perwujudan pendidikan yang berkualitas dan merata perlu rekonstruksi manajemen pendidikan terutama aplikasinya dalam kegiatan pembelajaran dengan memasukkan semua atau sebagian karakteristik kewirausahaan (enterpreneurship) ke dalam karakteristik kepemimpinan pendidikan  Untuk itu, para praktisi manajemen pendidikan perlu memahami, menyadari, dan menempatkan status dan peran profesionalnya sebagai curricular transformer, decision maker, reflective reformer, dan cooperative participant dalam konteks relasi dan interaksi interpersonalnya stakeholder pendidikan, dengan menerima karakteristik kewirausahaan sebagai salah satu pilar dalam manajemen pendidikan dalam (justru) memberhasilkan kepemimpinan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Penciptaan dan penggunaan manajemen pendidikan yang variatif dan situasional perlu segera mengadopsi karakteristik enterpreneurship untuk selanjutnya dikembangkan melalui intervensi terhadap tugas pokok dan fungsi pemimpin pendidikan, agar dapat mengikuti perkembangan zaman dan perwatakan generasi yang semakin terhimpit oleh modernisasi.





















DAFTAR PUSTAKA


Brubacher, J.S. (1947). A History of the Problems of Education. New York & London: McGraw-Hill Book Co, Inc.

Buchori, M. (2001a). Pendidikan Antisipatoris. Yogyakarta: Kanisius.

Handoko, T. Hani.  1986   Manajemen Edisi II.  Yokyakarta:BPFE

Indrafachrudi, Soekarto.  1994.  Mengantar Bagaimana Memimpin Sekolah.  Jakarta:Ghalia Indonesia.

Koster, W. (2000). Pengaruh Input Sekolah terhadap Outcome Sekolah: Survai di SLTP Negeri DKI Jakarta. dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No.025, edisi September. [on line].

Manullang dan Milfayetty.  2005.   Esensi Pendidikan IQ-EQ-SQ    Medan:Yayasan Refleksi Pendidikan

Supriyoko, Ki. (2001). Menuai Dampak Pendidikan. dalam Suara Pembaharuan Daily. 


Usman, Husaini. 2006  Manajemen, Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta :BumiAksara




Tidak ada komentar: